Ayah… maaf boleh aku beli waktumu ?


Sahabat…., diantara tugas-tugas  terberat  yang kita rasakan sebagai Ayah dan Ibu adalah bekerjasama untuk mendidik Anak SECARA  LANGSUNG agar anak-anak kita menjadi anak yang sholeh dan sholihah, menampilkan keteladanan yang baik selama bersama mereka, memberikan perhatian dan waktu yang cukup untuk mereka, menemani belajar dan bermain mereka , serta mengantar tidur mereka dengan cerita indah penuh hikmah. Inilah kisah untuk kita renungkan bersama bagi kita yang masih berprinsip     ‘ waktu adalah uang ‘.
Seperti biasa Rudi, kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ianampaknya sudah menunggu cukup lama akan kedatangan ayahnya pulang kerja.
“Kok, belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron memang
sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke
kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron
menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji
Ayah?”
“Lho, tumben, kok nanya gaji  Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”
“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”
“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan
dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja.
Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.
“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam
ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah Rudi.
Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian,
Imron kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?”
“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini?
Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…”

Kesabaran Rudi habis. “Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih.”

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama satu minggu ini.”

“Iya,iya, tapi buat apa?” tanya Rudi lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Imron polos.
Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat, air matanya mengalir deras, menyesali segala ketidakberdayaannya.
Sahabat yangg disayang Allah, betapa setiap detik kasih sayang Allah telah kita rasakan, sesungguhnya adalah kita diperintah untuk membagi kasih sayang itu kepada orang-orang yang terdekat dengan kita, kepada orang-orang yang kehilangan kasih sayang dan kepada seluruh makhluq di muka Bumi ini, sebagai wujud manifetasi tugas kita sebagai Wakil Allah di muka Bumi.
Sahabat……, andai tugas yang membuat kita menjadi sering meninggalkan buah hati kita, maka jangan sampai  lupa disetiap lelah dan dahaga kita terselip do’a untuk sang buah hati kita, terutama disetiap usai kita beribadah dalam bentuk apapun.
Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, ” Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?” Nabi Saw menjawab, “Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatirnu).” (HR. Aththusi).
http://www.rumah-yatim-indonesia.org
- See more at: http://mii.fmipa.ugm.ac.id/ayah-maaf-boleh-aku-beli-waktumu/#sthash.lsShRWG9.dpuf
Load disqus comments

0 comments